PERKEMBANGAN INDUSTRI JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA

Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia dibagi dalam 5 (lima) periode :

Periode 1945 – 1950

Pada periode ini praktis industri jasa konstruksi belum bangkit, karena negeri kita masih disibukkan dengan usaha Belanda yang ingin menjajah kita kembali sehingga terjadilah Agresi Militer Belanda I (1947) dan Agresi Militer Belanda II (1948). Tahun 1950, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan membubarkan Republik Indonesia Serikat (RIS), karena nya dalam periode ini belum tumbuh pembangunan atau industri jasa konstruksi. Perusahaan jasa konstruksi yang ada dalam periode ini kebanyakan adalah perusahaan Belanda seperti NV de Hollandshe Beton Maatschappij (PT. Hutama Karya), NV Volker Associate (PT. Adhi Karya), NV Nederlandshe Aanneming Maatschappij (PT. Nindya Karya), NV Volker Aanneming Maatschappij (PT. Waskita Karya).

Periode 1951 – 1959

Sejak tahun 1951 sampai dengan 1959, Pemerintah Republik Indonesia yang menggunakan sistem Kabinet Parlementer tidak pernah stabil. Kabinet silih berganti, karena itu dalam periode ini industri jasa konstruksi tetap masih belum bangkit. Perencanaan pembangunan yang definitive belum ada. Bentuk kontrak mengacu kepada satu – satunya ketentuan warisan Belanda, yaitu AV41.

Periode 1960 – 1966

Pada periode ini, pembangunan baru dimulai dan dipimpin langsung oleh Bung Karno dengan nama proyek “Proyek – Proyek Mandataris”, seperti MONAS, Monumen Irian Barat, Hotel Indonesia, Samudra Beach, Bali Beach, Wisma Nusantara, Jembatan Semanggi, Gelora Senayan dan lainnya. Hingga tahun 1966 bentuk kontrak pada umumnya adalah cost plus fee. Pekerjaan langsung ditunjuk langsung oleh Pemerintah (tanpa tender) dan sektor swasta belum ikut serta. Setelah tahun 1966, Pemerintah melarang bentuk kontrak cost plus fee. Kontrak ini dinilai tidak begitu baik karena mudah terjadi manipulasi dan tidak efisien sehingga biaya proyek menjadi tidak terukur.

Periode 1967 – 1996

Pada awal tahun 1969, Pemerintah menetapkan suatu program pembangunan yang terencana. Program ini dikenal dengan nama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) Tahun 1969 – 1994 yang terdiri dari 5 (lima) Rencana Pembanguna Lima Tahun (REPELITA) dan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJP II) Tahun 1994 – 2019, yang dimulai dengan REPELITA VI Tahun 1994 – 1999. Kontrak konstruksi sebagian besar menggunakan standar atau versi Pemerintah kecuali sektor swasta dan proyek yang menggunakan dana pinjaman luar negeri (loan) yang biasanya mengacu pada standar kontrak seperti FIDIC / JCT / AIA / JCT.

Periode 1997 – 2002

Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis moneter. Industri jasa konstruksi mengalami goncangan yang sangat hebat. Proyek – proyek mendadak berhenti dikarenakan Pengguna Jasa tidak mampu membayar Penyedia Jasa. Pada tahu 1999, Pemerintah membuat peraturan perundang – undangan baku mengenai industri jasa konstruksi, yaitu Undang – Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi diikuti dengan 3 (tiga) Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaannya, yaitu PP No. 28, 29 dan 30 Tahun 2000

Leave a comment