Semen Portland adalah bahan pengikat hidrolis berupa serbuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silika – silika kalsium yang bersifat hidrolis) dengan gips sebagai bahan tambah.

Bahan baku untuk pembuatan semen adalah batu kapur (60% – 66%), tanah liat (30% – 40%), pasir silika dan pasir besi sebagai bahan koreksi apabila dalam tanah liat tidak terdapat SiO2 dan Fe2O3.

 

Sifat Fisik Semen & Pengujiannya

Semen sebagai bahan perekat untuk beton sangat menentukan terhadap kualitas betonnya, karena beban yang bekerja pada beton juga diderita oleh pasta semennya. Pengujian pada semen perlu dilakukan apabila semen tersebut sudah lama disimpan atau sebagian semen sudah ada yang mengeras sehingga mutunya diragukan. Sifat fisik semen yang mempengaruhi kualitas pada semen diantaranya adalah :

Berat Jenis. Berat jenis pada semen secara teoritis antara 3.1 sampai 3.3. Nilai ini dapat berubah tergantung kondisi semennya. Jika semen tersebut pada waktu pembuatan dicampur dengan bahan lain, seperti abu batu yang warnanya menyerupai semen atau semen tersebut sudah ada yang mengeras maka berat jenisnya akan lebih rendah. Untuk menguji berat jenis pada semen digunakan tabung Le Chatelier.

Konsistensi. Semen sebagai perekat hidrolis memerlukan air untuk proses hidrasi. Banyaknya air untuk proses hidrasi sangat tergantung dari komposisi senyawa dalam semen dan kehalusan semen. Jika air untuk proses hidrasi tersebut kurang, maka tidak semua butiran semen akan terhidrasi, demikian pula jika air terlalu banyak, maka kekuatan pasta semen akan menurun. untuk itulah perlu dicari berapa kebutuhan air yang optimum sehingga proses hidrasi dapat berjalan sempurna dan kekuatan semen dapat mencapai maksimum. Untuk mengetahui berapa banyaknya air yang diperlukan, dilakukan pengujian konsistensi. Menurut standar SII atau ASTM untuk uji konsistensi dilakukan dengan menggunakan alat Vicat. Cara pengujiannya dengan mencoba – coba persentase air, sehingga tercapai konsistensi. Konsistensi tercapai apabila jarum vicat dengan diameter 10 mm masuk ke dalam pasta semen dalam waktu 30 detik sedalam (10±1 mm). Umumnya persentase air untuk mencapai konsistensi berkisar antara 26% – 29%. Nilai ini tergantung dari kehalusan semen, komposisi senyawa dalam semen, suhu udara dan kelembaban disekitarnya.

Waktu Ikat. Semen setelah bercampur dengan air akan mengalami pengikatan, dan setelah mengikat lalu mengeras. Lamanya pengikatan sangat tergantung dari komposisi senyawa dalam semen dan suhu udara sekitarnya. Waktu pengikatan pada pasta semen ada 2 (dua) macam, yaitu waktu ikat awal (setting time) dan waktu ikat akhir (final setting). Waktu ikat awal adalah waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari kondisi plastis menjadi tidak plastis, sedangkan waktu ikat akhir adalah waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari kondisi plastis menjadi “keras”. Yang dimaksud dengan keras pada waktu ikat akhir adalah hanya bentuknya saja yang sudah kaku, tetapi pasta semen tersebut belum boleh dibebani, baik oleh berat sendiri maupun beban dari luar. Waktu ikat awal menurut standar SII minimum 45 menit, sedangkan waktu ikat akhir maksimum 360 menit. Waktu ikat awal tercapai apabila masuknya jarum vicat ke dalam sampel dalam waktu 30 detik sedalam 25 mm. Waktu ikat akhir tercapai apabila pada saat jarum vicat diletakkan diatas sampel selama 30 detik, pada permukaan sampel tidak berbekas atau tidak tercetak. Catat berapa jam waktu ikat akhir tercapai. Dalam pengujian waktu ikat pada semen kadang – kadang dalam waktu kurang dari 10 menit, semen sudah mencapai waktu ikat awal, yang ditandai dengan masuknya jarum vicat kurang dari 25 mm. Waktu ikat awal tersebut bukanlah waktu ikat awal yang sebenarnya, tetapi waktu ikat awal palsu (false setting). Ini terjadi karena gips alam yang terdapat dalam semen berubah menjadi gips hemihidrat karena panas, baik panas pada waktu dicampur dengan klinker maupun panas pada saat penyimpanan, akibatnya gips alam yang asalnya stabil menjadi tidak stabil sehingga cepat bereaksi dengan air.

Kehalusan. Kecepatan reaksi antara semen dengan air sangat dipengaruhi oleh kehalusan butiran semennya. Makin halus butiran semen, maka makin cepat semen tersebut bereaksi. Untuk menguji kehalusan pada semen menurut SNI 15-2045-1994 menggunakan alat Bline. Dengan alat Bline yang didapat adalah luas permukaan spesifik butirannya. Makin halus butiran semen, maka luas permukaan butirannya lebih besar, sehingga butiran tersebut makin cepat bereaksi dengan air, dan mengikat agregat lebih luas. Semen dinyatakan halus apabila dari hasil uji dengan alat Bline memberikan nilai luas permukaan spesifiknya lebih dari 280 m2/kg. Kehalusan pada semen dipengaruhi oleh proses penggilingan klinker di pabrik dan kondisi semen itu sendiri, semen yang sudah mengeras karena terhidrasi oleh air akan memberikan luas spesifik yang rendah, karena butiran semen tersebut sudah saling mengikat, sehingga tidak berupa butiran yang halus lagi.

Kekekalan. Semen sebagai bahan perekat pada beton harus kekal tidak boleh berubah bentuk, karena jika semen mengembang (tidak kekal) pada beton yang sudah mengeras, dalam beton timbul tegangan tarik, padahal tegangan tarik pada beton sangat kecil, akibatnya beton akan mengalami retak. Sifat mengembang pada semen disebabkan oleh bahan yang dikandung oleh semen itu sendiri dan factor dari luar. Dalam semen ada senyawa MgO dan CaO, apabila ke dua senyawa ini bereaksi dengan air akan terbentuk Ca(OH)2 dan Mg(OH)2 yang disertai dengan perubahan volume, dimana volumenya lebih besar dari asalnya. Reaksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

        CaO + H2O »»» Ca(OH)2 + panas + ΔV

        MgO + H2O »»» Mg(OH)2 + panas + ΔV

Perubahan volume pada kedua senyawa tersebut kejadiannya tidak bersamaan, pada CaO lebih cepat. Pada MgO memerlukan waktu yang lama. Inilah yang membahayakan, karena jika semen tersebut sudah menjadi struktur beton, maka struktur beton tersebut akan mengembang, sehingga dalam struktur tersebut timbul tegangan tarik yang mengakibatkan retak atau pecah. Mengembangnya semen akibat MgO dapat diuji dengan alat autoclave. Semen dinyatakan kekal jika diuji dengan autoclave perubahan bentuknya tidak melebihi 0.8%. sifat mengembang pada semen juga bias diakibatkan dari luar, seperti perubahan suhu yang tinggi, reaksi antara C3A dalam semen dengan sulfat dan lainnya.

Kuat tekan. Pasta semen sebagai bahan perekat pada beton harus memiliki kekuatan yang memenuhi syarat, karena untuk beton struktural, apabila kuat tekan semennya tidak memenuhi standard, maka mutu betonnya juga tidak akan memenuhi syarat. Kekuatan pada semen timbul karena reaksi anatara C3S dan C2S dengan air membentuk Calsium Silikat Hidrat (C3S2H3) atau dalam semen disebut Tobermorin, seperti terlihat pada reaksi dibawah ini :

2C3S + 6H »»» C3S2H3 + 3CH

2C2S + 4H »»» C3S2H3 + CH

Sifat dari Tobermorin adalah keras dan tidak mudah larut dalam air, sifat inilah yang diharapkan dalam bahan perekat untuk beton. Untuk menguji kuat tekan pada semen, dibuat sampel berbentuk kubus dengan sisi 50 mm. Sampel dibuat dengan campuran semen, pasir standard dan air dengan perbandingan 1 : 2.75 : 0.485 dalam komposisi berat. Pasir standard harus menggunakan pasir Ottawa atau pasir silika yang kekerasannya sama dengan pasir Ottawa, selain pasirnya harus standar juga gradasinya harus memenuhi syarat. Ketiga bahan tersebut diaduk, lalu dicetak membentuk kubus. Pengadukan dan pencetakan harus mengikuti standar SII. Pada umur tertentu dilakukan pengujian. Untuk semen jenis I pada umur 3 (tiga) hari harus memiliki kuat tekan lebih dari 125 kg/cm2 dan pada umur 7 (tujuh) hari harus lebih dari 200 kg/cm2.

Leave a comment